KOMPAS.com – Di dunia modern sekarang ini, kita sangat mudah menjumpai makanan ultra proses (ultra-prosessed food/UPF) atau secara mudah dipahami sebagai makanan kemasan.
Padahal, konsumsi makanan ultra proses ini memiliki sejumlah risiko kesehatan yang patut diwaspadai.
Dokter Ahli Gizi sekaligus penulis, Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum, menjelaskan makanan ultra proses adalah bagian dari makanan yang diproses dan telah ditambahkan food addivities, seperti gula, garam, lemak, perisa, penguat rasa, dan lain sebagainya dalam pembuatan makanan ini.
Baca juga: 6 Bahaya Obesitas pada Anak yang Perlu Diwaspadai
Makanan ultra proses juga bisa dipahami sebagai pangan praktis dan disukai lidah (palatable) atau makanan hasil pengolahan industri untuk “menyerupai” keaslian bahan alaminya.
Berbagai contoh makanan ultra proses di antaranya, yakni:
- Es krim
- Minuman ringan
- Kecap
- Saus
- Sereal berperisa
- Cokelat kemasan
- Pasta
- Biskuit
- Permen
- Mi instan
- Nugget
- Sosis
- Selai
- Margari
- Yogurt berbagai rasa
“Makanan ultra proses, istilahnya adalah makanan yang diproses kebangetan. Makanan ultra proses bersifat addictive karena makanan ini diciptakan agar orang yang mengonsumsinya kecandungan,” jelas dr. Tan saat menjadi narasumber dalam Sesi Bincang Santai membahas tema “Kenali Bedanya Makanan Orang & Dagangan Orang: Apakah Produk Pabrikan sebuah Kebutuhan atau Kecanduan” yang diadakan Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) secara daring, Minggu (25/4/2021).
Baca juga: 3 Penyebab Obesitas pada Anak dan Cara Mengatasinya
dr. Tan pun memberikan pemahaman reflektif mengenai perbedaan antara “makanan orang” dengan “dagangan orang” untuk bisa dipertimbangkan dan dimengerti oleh masyarakat.
Berikut garis besar perbedaanya:
Makanan orang:
- Yang mau dimakan ada dulu
- Jumlahnya lebih banyak dari yang makan
- Dimakan sebagai kebutuhan
- Memenuhi kebutuhan
- Tidak butuh pembeaan ahli karena sudah baik dari asal mulanya
- Tidak butuh daftar kompoisis
- Memenuhi prinsip kodrat
Dagangan orang:
- Yang mau makan ada dulu, menjadi produk “budaya” dan “peradaban”
- Jumlahnya tergantung permintaan
- Dijual agar kecanduan
- Memanuhi prinsip ekonimi
- Butuh pembelaan dan penjelasan agar tampak “sehat”-nya di mana
- Ada persyaratan label dan komposisi
- Sejalan prinsip teknokrat, yakni tepat, cepat, akurat, efisiensi, praktis, murah
“Gampangnya begini, ambil contoh terong. Terong itu ‘makanan orang’. Beda cerita dengan boba yang populer sekarang ini. Itu ‘dagangan orang’ sebagai produk budaya. Tidak ada orang tua zaman dulu minum teh ditambahkan dengan bola-bola,” jelas dr. Tan.
Baca juga: 11 Alasan Konsumsi Gula Berlebihan Buruk untuk Kesehatan
Bahaya makan makanan ultra proses
Dia menjelaskan, ketimbang makanan uprpocessed food atau makanan tidak diproses seperti buah-buahan, sayuran, padi-padian, kacang-kacangan, telur, daging, dan lain sebagainya, makanan ultra proses jelas lebih tidak sehat ketika dikonsumsi.
Hal yang membuat makanan ultra proses tidak sehat bukan hanya kandungan zat gizi yang dianggap berisiko, melainkan juga terkait dengan perubahan fisik dan kimia yang terjadi akibat proses pengolahan tingkat tinggi.
Berdasarkan penelitian, dr. Tan menyebut beberapa masalah pangan ultra proses yang bisa terjadi, di antaranya yakni:
- Sebagai pencetus obesitas
- Pencetus gangguan gizi pada tumbuh kembang anak
- Pencetus penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, sindom metabolik
- Mudah didapat, praktis, ekonomis, atau bersifat adiktif karena makanan ini dirancang untuk menciptakan kecanduan
“Nah, selanjutnya, yang perlu diperhatikan adalah, apakah Anda sebenarnya selama ini sudah benar-benar masak atau cuma memproses produk ultra proses? Jangan-jangan Anda bikin sop, tapi proteinnya dari sosis. Pernah baca daftar komposisinya?” tutur dr. Tan.
Dia mengungkapkan, bahwa tidak aneh jika banyak orang, termasuk anak-anak doyan makan makanan ultra proses karena makanan ini dirancang agar bisa membuat kecanduan.
“Kenapa anak doyan (makanan ultra proses)? Lidahnya dibentuk begitu, agar kecanduan. Hal ini menjadi ajaran masif di seluruh dunia, sehingga 25 persen kalori manusia bisa berasal dari produk ultra proses,” tutur dr. Tan.
Dia menekankan hingga saat ini belum ada penelitian yang menemukan manfaat konsumsi makanan ultra proses bagi kesehatan.
Baca juga: 5 Penyakit Akibat Konsumsi Gula Berlebihan, Tak Hanya Diabetes
Mengenal Makanan Ultra Proses dan Bahayanya Bagi Kesehatan - Kompas.com - KOMPAS.com
Read More
Tidak ada komentar:
Posting Komentar