Jakarta, CNBC Indonesia - Warga China diminta untuk mulai 'menimbun' bahan-bahan kebutuhan pokok oleh pemerintah setempat. Hal ini menimbulkan panic buying, sehingga supermarket diserbu oleh masyarakat.
Mengutip AFP, situs Kementerian Perdagangan pada Senin (1/11/2021) meminta agar keluarga-keluarga China mulai menyiapkan persediaan makanan yang diperlukan dalam kondisi darurat.
"Kami meminta keluarga untuk menyimpan sejumlah kebutuhan sehari-hari yang diperlukan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan keadaan darurat," ujar situs resmi itu, dikutip Selasa (2/11/2021).
Kementerian Perdagangan berdalih tindakan tersebut harus dilakukan karena berbagai masalah menimpa China. Cuaca ekstrem, kekurangan energi, dan pembatasan Covid-19 diperkirakan akan mengganggu pasokan makanan ke depan, terutama untuk musim dingin.
Pemerintah Daerah setempat wajib memastikan warga memiliki persediaan makanan. Kebutuhan juga termasuk sayuran, minyak dan unggas untuk kebutuhan darurat. Bukan hanya untuk musim dingin ini, tapi hingga musim semi.
Cuaca ekstrem melanda China, bahkan di beberapa daerah musim dingin datang lebih awal. Beijing mulai beku 20 hari lebih cepat dari biasanya awal November. Pada pertengahan Oktober daerah Henan, Anhui dan Jiangsu turun 10 derajat celcius hanya dalam waktu 24 jam.
Kondisi ini akan menyebabkan kebutuhan listrik untuk pemanas lebih tinggi di tengah krisis listrik yang sedang terjadi. Krisis listrik juga membuat harga produk dari pertanian rumah hijau (greenhouse) lebih mahal karena biaya pemanas dan listrik yang naik.
Selain itu, banjir besar di awal Oktober menghancurkan tanaman di Shandong, wilayah penghasil sayuran terbesar di China, membuat harga sayuran semakin mahal.
Rata-rata harga grosir sayuran di ibu kota telah melonjak 39,8% sejak bulan Oktober, sementara beberapa sayuran berdaun naik lebih dari 50%, kata pemerintah kota.
Kementerian perdagangan mengatakan pemerintah setempat harus membeli sayuran yang dapat disimpan dengan baik sebelumnya dan juga memperkuat jaringan pengiriman darurat.Informasi tentang harga dan penawaran dan permintaan komoditas harus dirilis pada waktu yang tepat untuk menstabilkan ekspektasi masyarakat, tambahnya.
Kondisi China makin terpuruk setelah virus corona (Coronavirus Disease-2019/COVID-19) "pulang kampung". Lonjakan COVID-19 memaksa pemerintah melakukan pengetatan mobilitas masyarakat. Hal ini karena China sendiri telah mempertahankan kebijakan nol covid-19 yang ketat.
Pada Rabu (3/11/2021) China memecahkan rekor kasus baru harian sejak pertengahan September dengan 93 kasus harian.
Dari awal ditemukan hingga kini, Covid-19 telah menyebar di 11 provinsi dengan ratusan kasus, dan menyebabkan China melakukan penguncian ketat (lockdown) di tiga kota.
Penguncian yang sifatnya lokal atau per kompleks perumahan juga dilakukan di distrik Changping, barat laut Beijing. Ini untuk mengekang penyebaran virus.
Secara total China memiliki total 97.423 kasus infeksi dan 4.636 kematian, menurut data Worldometers per Rabu (3/11/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(ras/ras)
Warga Diminta Timbun Makanan, China Lumpuh Ya? - CNBC Indonesia
Read More
Tidak ada komentar:
Posting Komentar