JAKARTA – Puasa Ramadan, jangan hanya diartikan sebatas menahan lapar dan haus selama satu bulan lamanya. Lebih dari itu, juga harus belajar untuk menahan diri. Salah satu saat sahur dan berbuka puasa.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hayu Prabowo mengajak umat muslim untuk makan secukupnya saat sahur dan berbuka puasa. Jangan berlebihan, yang justru akan menimbulkan timbunan sampah organik sisa makanan
"Kegiatan menjaga lingkungan dan melindungi bumi ini adalah salah satu refleksi dari akhlak beriman untuk mencapai ketakwaan. Karenanya, selama menjalankan ibadah puasa, umat muslim sebaiknya menghindari sahur berlebihan dan berbuka sekenyang-kenyangnya, karena yang diajarkan dalam agama Islam adalah makan secukupnya," ujar Hayu Prabowo, dikutip dari Antara, Senin (19/4).
Lebih jauh, Hayu mengungkapkan, MUI telah mengeluarkan fatwa nomor 47 tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu hukum dalam fatwa tersebut adalah setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan, serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabzir (mubazir) dan ishraf (berlebih-lebihan).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2020, Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton. Artinya, terdapat sebanyak 185.753 ton sampah per harinya yang dihasilkan oleh masyarakat Indonesia.
Dengan kata lain, setiap orang di Indonesia menyumbang sampah sebanyak 0,68 kg per harinya. Dari total jumlah tersebut, sampah makanan merupakan komposisi sampah yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 30,8%; diikuti sampah plastik sebesar 18,5%; sampah kayu, ranting dan daun sebesar 12% , sampah kertas/karton 11,2%, sampah kain 4,9%, sampah logam 3,56%, sampah karet/kulit 3,5%, sampah kaca 2,8% dan jenis sampah lainnya sebesar 12,8%.
Selain itu, laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU) mengungkapkan, setiap orang di Indonesia menghasilkan sekitar 300 kg sampah makanan setiap tahunnya. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara kedua di dunia yang menghasilkan sampah makanan terbesar setelah Arab Saudi.
Head of Communication and Engagement Waste4Change, Hana Nur Auliana menjelaskan, data itu perlu menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat karena sampah makanan dapat menghasilkan gas metan.
"Laporan EIU juga menyebutkan bahwa gas metan 20 kali lebih berbahaya dibandingkan gas karbondioksida. Sehingga, jika kita tidak berupaya mengurangi dan mengelola sampah makanan secara bijak, maka jumlahnya akan semakin meningkat dan ini akan berpengaruh pada terus memburuknya pemanasan global dan perubahan iklim di bumi ini,” jelas Hana.
Waste4Change berharap dapat terus berkolaborasi bersama seluruh lapisan masyarakat untuk mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA dan lingkungan. Waste4Change terus mengimplementasikan berbagai program pengelolaan sampah secara bijak mulai dari edukasi dan riset pengelolaan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah organik dan anorganik menjadi material baru yang dapat dimanfaatkan kembali.
"Kita tidak bisa memungkiri bahwa antusiasme masyarakat Indonesia terhadap kegiatan memasak dan mengonsumsi makanan akan meningkat selama periode bulan Ramadan hingga Idulfitri," ujarnya.
Oleh karena itu, memasuki Ramadan 1442 Hijriah, pihaknya akan terus menjalankan berbagai program edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memilah dan mengelola sampah secara bijak. "Khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan," tutur Hana. (Satrio Wicaksono)
Ramadan dan Masalah Sampah Sisa Makanan - Validnews
Read More
Tidak ada komentar:
Posting Komentar