Rechercher dans ce blog

Jumat, 23 Juli 2021

Cerita tentang makanan kuno yang disantap orang-orang Romawi - BBC News Indonesia

  • Susan Van Allen
  • BBC Travel

Roma, Italia

Sumber gambar, Stefano Castellani

Seorang juru masak tengah menggali resep dari salah satu buku masak tertua di dunia untuk mengungkap asal usul kuliner Italia.

Saat itu matahari menyingsing di Roma, di luar tembok kota. Cahayanya yang keemasan tersaring melalui pohon pinus dan terpancar ke hamparan batu basal halus yang mengubah jalannya sejarah.

Ini adalah Appian Way, jalan pertama yang dibangun di Kota Roma. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu tentara Romawi berangkat meninggalkan kota ini untuk menaklukkan negeri-negeri yang jauh. Mereka kerap kembali membawa kemenangan.

Baca juga:

Jalan ini adalah pusat Taman Arkeologi Appia Antica Roma, sepetak kawasan hijau luas yang membentang dari pinggiran jantung sejarah kota hingga desa-desa di lereng bukit Castelli Romani.

Oasis seluas 4.700 hektar ini adalah taman kota terbesar kedua di Eropa. Taman ini dihiasi saluran air, cagar alam, situs arkeologi, kebun anggur, padang rumput, dan vila yang dimiliki sejumlah sosok terkenal seperti desainer Valentino dan aktris Gina Lollobrigida.

Sekitar tiga kilometer dari keramaian Colosseum, taman ini menjadi tempat bersantai para turis. Mereka dapat menikmati pedesaan Romawi dengan santai, mendengar kicau burung dan gembala yang memimpin kawanan mereka.

Hamburan reruntuhan menambah memori yang pernah memikat imajinasi para pelukis dan penyair Grand Tour.

Ini begitu terasa ketika Anda merasakan lingkaran kehidupan yang berdiri di jalan tua ini. Angin bertiup sepoi-sepoi membawa aroma rumput segar, batu-batu runtuh yang membawa cerita dari masa lalu.

Roma, Italia

Sumber gambar, DE AGOSTINI PICTURE LIBRARY

Karena ini adalah Italia, makanan enak harus melengkapi pemandangan yang indah. Masuklah ke restoran Hostaria Antica Roma di Appian Way milik Paolo Magnanimi.

Restoran ini berada di dekat Mausoleum of Cecilia Metella yang ikonik di taman itu. Restoran tadi dikelilingi taman bunga dan sayuran yang dipelihara oleh ayah Magnanimi, Massimo.

Daftar menu mereka memuat makanan yang tidak dapat ditemukan di restoran lain di kota atau mungkin di belahan dunia lainnya.

Baca juga:

Orang di balik kreasi kuliner ini adalah Magnanimi. Dia merupakan juru masak yang bergairah menyajikan makanan yang berakar kuat dari sejarah zaman Romawi kuno di Taman Arkeologi Appia Antica.

Bagi kebanyakan orang, makanan Romawi kuno tidak terdengar menarik. Yang pertama kali terlintas dalam pikiran adalah adegan aneh seperti perjamuan Trimalchio dalam cerita Satyricon abad ke-1 Masehi, di mana tuan rumah kaya baru mengadakan pesta mewah dengan menghidangkan 'makanan lezat' seperti testis banteng, ambing babi, dan kelinci yang dihiasi dengan sayap menyerupai Pegasus .

Namun Magnanimi kembali menyajikan ragam makanan itu sesuai asal usulnya. Dia menciptakan kembali hidangan lezat yang biasa dimakan orang Romawi, bukan hidangan eksotis yang disediakan untuk super elite.

Sebagai koki dan sejarawan yang menghabiskan lebih dari 25 tahun mempelajari resep kuno, Magnanimi menyebut orang-orang Romawi sebagai pecinta alam dan pencari kesenangan sensual.

Mereka, kata Magnanimi, sangat menghargai makanan enak, walau kegandrungan itu disebutnya tidak sesuai dengan ciri dan nilai-nilai Romawi.

Biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, telur, dan keju adalah makanan dasar mereka. Buah dan madu melengkapi ragam panganan itu sebagai pemberi rasa manis.

Daging (kebanyakan babi) dan ikan dimakan dalam jumlah kecil. Ketika kekaisaran berkembang pada abad ke-3 sebelum Masehi, orang Romawi menyambut rasa baru, yaitu lada dari India dan lemon dari Persia.

Garum (mirip dengan saus ikan Asia) digunakan untuk menambahkan rasa umami pada masakan Romawi. Semua makanan ini mereka nikmati dengan anggur madu saat makan malam yang disebut convivium. Istilah ini memiliki makna pertemuan untuk merayakan kehidupan dan musim yang membawa cuaca dan nuansa berbeda.

Magnanimi, yang kini berusia 54 tahun, mewujudkan semangat perayaan tadi dengan cara bercerita kepada para tamu atau mengaduk sesuatu yang lezat di dapurnya.

Dia tertawa saat bercerita kepada saya, bagaimana sebagai laki-laki muda dia sempat kesulitan meyakinkan ayahnya bahwa para pelanggan akan menyukai masakan kuno yang dia hidupkan kembali.

Roma, Italia

Sumber gambar, Stefano Castellani

"Saya mulai bekerja di restoran Hostaria ketika saya berusia 14 tahun lalu beristirahat untuk menikmati novel karya 'Jack Kerouac' selama bertahun-tahun di Amerika Serikat," katanya.

"Ketika saya kembali, saya memiliki sudut pandang baru untuk menghargai sejarah besar Romawi dan saya sangat ingin belajar lebih banyak tentangnya," ujar Magnanimi.

Inspirasi Magnanimi tumbuh ketika seorang teman memberinya buku berjudul Dinner with Lucullo. Buku ini penuh dengan cerita dan resep dari zaman Romawi kuno.

Karakter dalam buku ini adalah seorang tentara laki-laki abad ke-1 SM yang begitu terkenal dengan perjamuan makannya. Saat ini, jika warga Kota Roma memuji makan malam yang lezat, mereka akan berkata, "Makanan ini seenak masakan Lucullo."

Magnanimi mulai menguji resep dan meraih kesuksesan pertamanya dengan pullum oxizomum, hidangan ayam.

Hidangan ini ini dibuat dengan daun bawang dan makanan pendamping khas Pantai Amalfi yang terbuat dari ikan teri yang difermentasi. Dikenal dengan sebutan colatura di alici di Cetara, makanan pendamping ini merupakan pengganti sempurna untuk garum.

Beberapa pengunjung dari Jepang sangat menikmati hidangan ini. Ini sampai membuat Magnanimi menjadi sosok yang diabadikan dalam film dokumenter di Jepang.

"Penduduk Roma datang setelah itu film itu tersebar. Mereka lebih sulit diyakinkan untuk mencoba sesuatu yang baru," kata Magnanimi.

"Dan kemudian pollo oxizomum dipuji di koran The New York Times. Itu masih salah satu hidangan paling populer kami."

Menu restoran Hostaria sekarang menawarkan standar kuliner Roma, seperti pasta amatriciana dan carbonara. Ada juga hidangan Romawi kuno yang membuat Magnanimi menarik perhatian internasional dan membuat ayahnya yang dulu skeptis bangga.

Saya pertama kali bertemu Magnanimi pada tahun 2008 ketika saya datang ke Hostaria. Atas rekomendasi seorang teman pecinta kuliner, saya dulu memesan patina cotidiana alias lasagna tanpa tomat.

Resep aslinya menggunakan lagana, roti pipih yang dilapisi daging, ikan, dan keju. Tapi hidangan versi Magnanimi lebih sederhana, dengan daging babi giling, adas, dan keju pecorino.

Roma, Italia

Sumber gambar, Paolo Magnanimi

Untuk membuat ulang hidangan berusia 2.000 tahun ini, Magnanimi memulai dengan resep dari buku masak Romawi abad ke-1 Masehi, De Re Coquinaria.

Itu adalah satu-satunya buku resep yang masih ada dari Roma kuno, yang dikaitkan dengan Apicius, si rakus kaya yang pernah disebut Gaius Plinius Secundus sebagai "pemboros yang paling rakus".

Karena resep kuno tidak memuat rincian detail, Magnanimi lalu berkonsultasi dengan arkeolog Italia terkenal, Eugenia Salza Prina Ricotti. Tujuannya untuk membuat ulang hidangan dengan memperkirakan jumlah bahan yang sesuai.

"Saya tidak bisa memasukkan tomat ke hidangan ini karena tomat tidak datang ke Italia sampai tahun 1500-an, ketika Cortes membawanya dari Amerika," ujar Magnanimi.

Patina cotidiana, yang berarti "hidangan harian" dalam bahasa Latin, kini menjadi ciri khas restorannya.

Cita rasa pertama yang saya dapatkan ini mendorong saya untuk mencoba lebih banyak cita rasa Romawo kuno, salah satunya tiropatina alias puding yang dibumbui dengan merica, yang diyakini orang Romawi sebagai afrodisiak.

Menu terbaru Magnanimi adalah la cassata di Oplontis, yang inspirasinya berasal dari lukisan dinding di sebuah vila dekat Pompeii. Kue kaya rasa ini dibuat dengan tepung almond, keju ricotta, manisan buah, dan madu. Kue ini selalu terjual habis setiap malam.

"Saya membuat keju dengan ulekan, persis seperti resep dari Virgil, dari abad ke-1 Masehi," kata Magnanimi.

Yang disebut Magnanimi adalah moretum atau olesan keju yang terinspirasi oleh puisi Virgil tentang seorang petani yang membuat makan siang sederhana dengan cara menggiling ketumbar, biji seledri, bawang putih, dan pecorino.

Keju ini bisa dioleskan di atas libum atau roti bundar yang disucikan oleh orang Romawi.

Roma, Italia

Sumber gambar, Paolo Magnanimi

Saya pernah melihat libum berkarbonisasi hitam di Museum Pompeii. Seorang pemandu memberi tahu saya bahwa remah-remahnya diletakkan di atas altar sebagai persembahan kepada dewa-dewa dalam prosesi sebelum munculnya ekaristi tradisi Kristiani.

Magnanimi membentuk libumnya dalam gulungan yang ringan dan mengisinya dengan keju ricotta dari peternakan domba dekat restorannya.

Magnanimi rindu berinteraksi dengan pelanggan akibat karantina wilayah saat pandemi Covid-19 melanda Italia.

Dengan semua waktu luangnya, dia kerap berjalan-jalan di sekitar Appian Way, di mana jalan setapak yang rindang dan jalur sepeda berfungsi sebagai tempat pelarian warga Italia selama penutupan wilayah paling ketat di Eropa.

"Saya menghabiskan pagi yang panjang dengan gembala. Pada hari lainnya saya melihat begitu banyak orang Roma datang ke sini untuk berlari karena mereka tidak bisa pergi ke gym.

"Dan pada akhir pekan, ada keluarga yang piknik di dekat saluran air, mungkin mereka datang ke sini untuk pertama kali. Saya tahu pada momen itu kami semua lebih menghargai tempat kami tinggal, yaitu Kota Roma," ujarnya.

"Magnanimi adalah bagian penting dari tempat ini. Dia membuatnya tetap hidup," kata Simone Quilici, direktur Taman Arkeologi Appia Antica.

Quilici melanjutkan misi yang dimulai pada awal abad ke-19 ketika gagasan untuk melestarikan kawasan ini mulai berkembang. Saat itulah arkeolog sekaligus arsitek Luigi Canina memutuskan untuk menanam pinus di sepanjang Appian Way.

Roma, Italia

Sumber gambar, Stefano Castellani

Sayangnya, rencana revitalisasi taman itu tidak pernah terwujud. Pada abad ke-20, dengan lalu lintas yang tidak terkendali dan Perang Dunia, ada Appian Way yang berharga ini sempat terancam dihancurkan.

Daerah itu pada era selanjutnya menjadi dirusak dan penuh dengan aktivitas kriminal. Akhirnya pada tahun 1988, sebagian besar berkat protes puluhan tahun, daerah itu secara resmi ditetapkan sebagai taman kota.

"Saya ingat datang ke sini sebagai seorang gadis kecil," kata Eleonora Fanelli, seorang arkeolog sekaligus pemandu wisata Roma.

"Saya tidak percaya ini ada di kota saya, tempat di luar negeri dongeng di mana saya bisa membayangkan seorang pangeran menunggang kuda berlari kencang di jalan setapak."

Sekarang, Fanelli kerap membawa pengunjung ke taman ini. "Bahkan jika hujan, mereka ingin keluar dan berjalan di jalan, menginjak batu yang memiliki bekas roda kereta, dari tahun 312 SM!"

Dia suka menceritakan kisah sensor Romawi, Appius Claudius Caecus, yang hampir membuat bangkrut perbendaharaan Romawi untuk membangun jalan ini.

Menurut legenda, meski Appius menjadi buta, dia masih mempertahankan kontrol kualitas dengan berjalan tanpa alas kaki di jalan. Tujuannya memastikan batu-batu itu diletakkan dengan mulus.

Appian Way akhirnya diperpanjang 563 kilometer selatan ke Brindisi di pantai Adriatik dan merupakan kunci membesarnya Kekaisaran Romawi.

Magnanimi telah tinggal di taman itu selama dua dekade dan sangat memuji kepemimpinan Quilici.

"Sejak dia mulai pada tahun 2017, dia membuat taman itu jauh lebih baik untuk orang Roma dan turis. Hal-hal baru telah dibuka, seperti pemandian air panas abad ke-2 di Capo di Bove, di mana terdapat mosaik dan taman yang indah."

Ada juga Aplikasi ItinerAppia baru, di mana pengunjung dapat memindai kode QR dan mempelajari setiap monumen.

"Saya merasa sangat beruntung tinggal di sini dan menyambut para pelancong untuk merasakan Roma, La Grande Bellezza, secara nyata!," kata Magnanimi.

"Di sini mereka dapat melangkah mundur ribuan tahun di atas batu-batu ini dan tahu betapa enak rasanya."

Artikel ini pertama kali tayang dalam bahasa Inggris diBBC Travel.

Adblock test (Why?)


Cerita tentang makanan kuno yang disantap orang-orang Romawi - BBC News Indonesia
Read More

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pelesiran ke Hokkaido, Jangan Lupa Cicipi Lima Makanan Populer Ini - BeritaSatu.com

[unable to retrieve full-text content] Pelesiran ke Hokkaido, Jangan Lupa Cicipi Lima Makanan Populer Ini    BeritaSatu.com Pelesiran ke H...